PEKANBARU- Sidang Lanjutan dugaan pelangaran UU ITE yang di tuduhkan Bupati Bengkalis Amril Mukminin terhadap Toro Pimpinan Redaksi Media Harianbrantas.co.Id, di gelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru pada Kamis (20/09/18).
Sidang lanjutan ini agendanya mendengarkan keterangan saksi pelapor Bupati Bengkalis Amril Mukminin dan keterangan saksi pelapor beserta bukti dari Jaksa Penuntut Umum.
Kali ini jalannya proses persidangan tersebut dikawal ratusan Wartawan yang tergabung dari beberapa organisai yang ada di Riau.
"Perkara dugaan pelangaran UU ITE yang dituduhkan Bupati Bengkalis kepada saya, sudah di Mediasi pada Hari Selasa 29 Agustus 2017 lalu, di Jakarta didalam Gedung Pers," ucap Toro kepada ratusan awak media.
Menurut keterangan Toro, hasil dari mediasi tersebut, Dewan Pers mengeluarkan rekomendasi, PPR menyatakan bahwa dirinya membuat permohonan Maaf. Setelah menerima hak jawab dari pelapor yaitu Bupati Bengkali, Dewan Pers juga merekomendasikan agar pengadu yaitu Bupati Bengkalis mengajukan hak jawab kepada Media Harianbrantas selama 7 hari setelah PPR di terima pengadu.
"Dewan Pers meminta saya melaksanakan PPR yang di telah di keluarkan Dewan Pers secara tertulis, agar Bupati Bengkalis tidak menempuh jalur hukum," ungkap Toro.
Toro melanjutkan penjelasannya, bahwa tepatnya pada Tgl 08 Oktober 2017. Media Harianbrantas memuat permohonan Ma’af terhadap Bupati Bengkalis. Namun sangat disayangkan bahwa sang Bupati Bengkalis sampai saat ini belum juga melaksanakan apa yang telah di rekomendasikan oleh Dewan Pers, yaitu hak jawab.
"Nah menurut saya, bahwa Bupati Bengkalis melecehkan rekomendasi yang dikeluarkan Dewan Pers," gumam Toro.
Menurut Toro, perkara yang di tuduhkan Bupati bengkalis, yaitu pelangfaran UU ITE kepadanya sebagai Pimred Harianbrantas, menunjukkan betapa buruknya supremasi hukum di negeri ini, seorang Jurnalis dipaksa mengikuti proses hukum pidana hanya karena menulis berita dugaan Korupsi sang Bupati di masa ia menjabat sebagai Anghota DPRD Bengkalis.
Padahal kata Toro, fakta persidangan Tipikor di pengadilan Negeri Pekanbaru, bahwa Amril Mukminin masa itu adalah Anggota DPRD Kab.Bengkalis di sebut terlibat dugaan korupsi Dana Bansos Tahun 2012 di Kab Bengkalis.
Fenomena ini sangat menciderai penegakkan hukum di Indonesia, karena sejatinya, seorang Jurnalis tidak bisa dijerat oleh KUHP. Seorang Jurnalis memiliki payung hukum didalam melaksanakan tugasnya.
"UU Pers No.40 Tahun 1999, seharusnya dijadikan landasan aparat penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia didalam delik Pers," ungkap Toro.
"Kejangalan-demi kejangalan didalam perkara ini makin jelas, pasalnya oknum penyidik Polda Riau pada Tgl 12-Maret 2018 menyebutkan, bahwa perpanjangan MoU antara Kapolri dan Dewan Pers tidak ada. Padahal itu ada," imbuh Toro.
Lanjutnya,"Sementara itu Wakapolri sudah menegaskan yang diterbitkan di berbagai media, bahwa wartawan tidak bisa dipidana karena menulis berita. Namun realitanya, para penegak hukum masih memandang sebelah mata terhadap UU Pers tersebut, bukti riil dimana kriminalisasi pers terus terjadi. Contohnya seperti yang alami saat ini." tegas Toro kepada ratusan awak media Riau.
(Tim)