Ticker

6/recent/ticker-posts

Sartono SH MH: Saya Siap Bela Kades Putat Bebas Dari Tuntutan Hukum




ROHIL- Terkait tuntutan Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) dari Kejaksaan Negeri Rohil, menuntut 3 tahun dan 6 bulan penjara, terhadap terdakwa Sidarman alias Amud ( Penghulu Putat ) dan M.Naji Hasan ( mantan Penghulu Putat ) yang diduga melanggar Pasal 263 KUHPidana ayat 1, tentang pemalsuan surat.
Maka, Penasehat Hukum ( pengacara ) Sartono SH MH dan kawan-kawan, meminta majlis hakim menolak tuntutan JPU dan membebaskan kedua terdakwa.

Sidang pada Selasa (25/2/2020) sekura pukul 21.30 Wib malam, dengan agenda pledoi ( pembelaan ) dari pengacara atas tuntutan JPU itu dipimpin oleh M. Hanafi Insya Allah SH MH, didampingi dua hakim anggota Sondra Mukti Herlambang Linuwih SH dan Boy Jefry Paulus Sembiring SH, dibantu Panitera Pengganti ( PP ) Esra Rahmawati SH. Sementara bertindak sebagai JPU dalam sidang itu yakni, Maruli Tua Sitanggang SH.

Dalam pembelaan Sartono SH MH dan kawan-kawan mengatakan, bahwa berdasarkan fakta persidangan ditambah dengan fakta analisis yuridis, bahwa saksi pelapor atasnama Harjun Dede selaku mantan sekretaris Kelompok Tani Maju Bersama( KTMB) ke Polda Riau, karena pihak PT. Andika Pratama Sawit Lestari ( APSL) selaku bapak angkat dari KTMB dalam pengeloaan budi daya perkebunan kelapa sawit merasa terhambat melakukan kegiatannya pada tahun 2010 silam.

"Saksi pelapor tidak mempunyai legal standing dalam melaporkan kedua terdakwa, karena alas hak surat kepemilikan tanah yang digunakan untuk melaporkan cacat dan batal demi hukum," ujar Sartono.
Selain itu, lanjut Sartono, JPU tidak dapat membuktikan barang bukti dimuka persidangan tentang aslinya SKGR maupun SKT milik saksi pelapor yang digunakan untuk melaporkan tentang diri kedua terdakwa dengan tuduhan telah melakukan pemalsuan surat, sehingga adanya tumpang tindih surat kepemilikannya.

"Jika kita hubungkan dengan sahnya suatu alat bukti dan kekuatan pembuktian yang diuraikan dalam Pasal 184 ayat 1 KUHPidana, telah ditentukan secara "Limitif" alat bukti yang sah menurut undang-undang, dan selain itu tidak dibenarkan untuk dipergunakan membuktikan kesalahan kedua terdakwa. Sebab JPU, tidak dapat membuktikan kesalahan kedua terdakwa. Oleh karena itu dakwaan terhadap kedua terdakwa haruslah ditolak," tutur Sartono.

Lanjut Sartono, pembuatan SKGR menurut hukum sah dan tidak palsu, karena SKGR tersebut merupakan produknya Kepenghuluan Putat yang bertindak untuk dan atasnama negara, melalui sistim adminitrasi yang sebagaimana disampaikan oleh saksi ahli adminitrasi negara dimuka persidangan.

"Untuk menentukan tumpang tindih alas hak kepemilikan harus terlebih dahulu dilakukan gugatan secara perdata ( PMH ), yang sesuai sisampaikan saksi ahli hukum pidana maupun ahli hukum adminitrasi negara," papar Sartono.

Selanjutnya, bahwa bukti surat terdakwa telah terpenuhi batas minimum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP dan bukti aslinya dapat diperlihatkan di persidangan, sehingga dapat mematahkan dakwaan dan tuntutan JPU.
Tidak hanya itu, Sartono menegaskan bahwa perbuatan kedua terdakwa bukanlah perbuatan tindak pidana, melainkan adanya sanksi adminitrasi terhadap produk yang dilahirkannya.

Hebatnya lagi, tambah Sartono, bahwa pelapor tidak mengalami kerugian atas sengketa tersebut, karena sejak tahun 2008 sampai sekarang yang menguasai dan mengelola kebun tersebut adalah PT. Andika Permata Sawit Lestari.

"Dengan alasan tersebut diatas, maka kami memohon kepada majlis hakim membebaskan kedua terdakwa, memulihkan nama baik kedua terdakwa, dan membebankan biaya perkara kepada negara," pungkas Sartono.

Atas pembelaan itu, majlis menanyakan apa tanggapan JPU. "Kami tetap pada tuntutan," kata Maruli Tua Sitanggang selaku JPU dalam sidang itu. Selanjutnya majlis hakim menutup sidang, dan kembali melanjutkan sidang pada Rabu (4/3/2020) dengan agenda putusan.



Sumber: suarariaupos.com.
Editor: Toni Octora.