Ticker

6/recent/ticker-posts

Artikel: Mengubah Pola Pikir Dalam Pembelajaran


Apapun kurikulumnya yang penting berubah pola pikirnya. Pergantian kurikulum tak akan mengubah hasil pendidikan andai dalam pengelolaannya termasuk pola pembelajaran mutlak diperlukan. Pola pikir, mesti ada perubahan. 

Menelisik hal di atas, penulis tertarik dengan pendekatan Neuro Associative Conditioning (NAC) dari Anthony Robbins dalam artikel Iskandar (2017) yang mengemukakan bahwa NAC adalah sebuah pendekatan yang berhubungan dengan mengubah mind set atau pola pikir dalam melakukan sesuatu. Diungkapkan pula bahwa NAC ini cocok dengan segala situasi, baik perorangan maupun berkelompok. 

Kurikulum pendidikan selalu mengalami perubahan. Perubahan kurikulum tanpa perubahan pola pikir dan pola pembelajaran hasilnya tidak akan mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Sungguh, mengubah mind set dalam pembelajaran mutlak diperlukan. 

Pentingnya pola pikir (mindset) adalah untuk kelangsungan hidup manusia, dan pola pikir sebahagian umat manusia dalam kondisi tersandra atau terjebak dalam mainstream kecerdasan yang membuatnya menjadi tidak berdaya. Setelah dikaji secara mendalam oleh pakar neuroscience disimpulkan bahwa kegagalan, ketidakberhasilan, dan ketidakberdayaan tersebut lebih disebabkan oleh pola pikir (mindset) yang keliru. Seperti dikatakan oleh Peter F.Drucker bahwa, “bahaya terbesar dari turbulensi atau pergolakan buakanlah dari Turbulensi itu sendiri, melainkan disebabkan oleh cara berpikir kemaren yang masih digunakan untuk menyelesaikan persoalan hidup hari ini”. Artinya seperti apapun kita hari ini semua terwujud sebagai akibat dari pola pikir itu. Dan saat ini masih ditemukan banyak kesalahan berpikir, seperti kesalahan berpikir tentang; (a) pelayanan publik oleh Pemerintah selalu dianggap lebih baik dari pihak swasta. Faktanya tidak demikian,melahan justru sebaliknya pelayanan publik oleh pihak swasta lebih baik dari pada pelayanan pihak pemerintah atau negeri. Hal ini terjadi kesalahan akibat pola pikir pihak pemerintah dimana efektiviatas pelayanan publik ditentukan dari pencapaian kinerja pemerintah bagi dirinya, bukan untuk rakyat atau customernya. Mereka meminta dilayani, sementara pihak swasta berorientasi melayani dan mereka meyakini bahwa kelangsungan hidupnya ditentukan oleh pelanggan atau customernya; (b) pembelajaran berorientasi pada mengajar yang dilakukan oleh pendidik, bukan pada belajar yang dijalani oleh peserta didik. Mereka lupa bahwa yang utama dalam pembelajaran itu adalah peserta didik itu belajar, bukan pendidik itu mengajar; (c) kehadiran seorang pemimpin untuk melayani, bukan untuk dilayani. Seringkali kehadiran pemimpin selalu dikaitkan dengan posisinya dalam sebuah jabatan, bukan kekuatan pengaruhnya bagi pengikut atau bawahan; (d) kekuatan tanpa batas seringkali dipahami berasal dari dalam, padahal kekuatan sejati berasal dari dalam diri sendiri.itulah sebabnya banyak orang gagal karena dikalahkan oleh dirinya sendiri; (f) makna efektivitas selalu dikaitkan dengan hasil yang dicapai, padahal sesungguhnya efektivitas itu terkait erat dengan proses. Bukanlah banyak orang sukses hari ini mereka melakukan usaha yang sama, namun pembeda antara orang yang sukses dengan orang yang gagal itu adalah proses bagaimana mereka melakukannya; (g) berpikir reaktif menjadi tradisi yang memadai di sekolah kita,sementara berpikir proaktif, kreatif dan inovatif yang sangat diperlukan dalam kehidupan ini justru tidak diajarkan kepada  peserta didik disekolah; dan  (h) seringkali motivasi diartikan  sebagai upaya memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu. Kita tidak boleh memberi motivasi, melainkan merespon alasan mengapa seseorang itu ingin melakukan sesuatu.

Problema dilapangan dalam kaitannya mengubah pola pikir dalam pembelajaran, guru banyak yang masih menyintas pola pembelajaran lama. Guru terikat dengan kultur budaya transfer pengetahuan pada peserta didik, hanya metode ceramah mendominasi pembelajaran. Akhirnya, pembelajaran bersifat pasif, kurang membelajarkan peserta didik. Hasil pembelajaran pun tetap tidak memuaskan.

Selain memperbarui kurikulum, pemerintah dengan berbagai upaya telah melakukan pembinaan pendidikan, termasuk membina guru dan tenaga kependidikan. Dalam kurikulum 2013 (kurtilas) misalnya, pendampingan pada guru-guru sasaran, sekolah pelaksana kurikulum terus menerus dilakukan. Dengnan demikian tak ada alasan guru untuk tidak mengetahui pelaksanaan Kurtilas. Pola pembelajaran Kurtilas yang sudah relevan dengan kecakapan abad 21 tinggal diaplikasikan dan diharapkan akan meningkatkan pembelajaran, baik proses maupun hasil pembelajaran. 

Kunci utama pendidikan adalah guru. Pendekatan NAC, dalam mengubah pola pikir manakah yang dapat diambil? Ada beberapa kultur budaya pembelajaran yang seharusnya telah diubah, yakni sebagai berikut ;

Pertama, guru senter ke peserta didik senter. Guru selayaknya menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Guru selayaknya memberikan motivasi dan perhatian kepada peserta didik. Melibatkan peserta didik dalam pembelajaran. Mengaktifkan, memberikan remedial dan pengayaan, serta memperhatikan perbedaan karakteristik individu peserta didik. 

Kedua, mengubah pembelajaran yang membosankan ke arah pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan membutuhkan persiapan atau setrategi. Mengubah pola pikir strategi inilah yang diperlukan. Karena guru tidak menyiapkan setrategi, akhirnya saat pelaksanaan pembelajaran kembali ke guru senter. Kembali mengajar dengan metode ceramah. Sebenarnya banyak setrategi pembelajaran. Bisa dengan cara bernyanyi, keluar kelas, atau permainan pembelajaran yang sifatnya menyenangkan. 

Ketiga, mengubah pola pikir pembelajaran searah, menjadi pembelajaran yang multi arah. Komunikasi pembelajaran bukan hanya terjadi antara guru dan peserta didik, melainkan juga antara peserta didik satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, guru bukan satu-satunya sumber belajar. Boleh jadi dan bahkan peserta didik jadi sumber pembelajaran.

Keempat, mengubah mind set pembelajaran statis menjadi pembelajaran dinamis. Pembelajaran dinamis berarti pembelajaran yang kreatif. Kreatifitas adalah hasil dari sebuah inovasi. Inovasi takkan berwujud tanpa belajar. Guru sejatinya belajar dan terus belajar. 

Terakhir, mengubah  pola pikir jaga image dengan kasih sayang. Kasih sayang akan menerobos jiwa apa pun.  Peserta nakal dilayani dengan kasih sayang. Peserta didik lambat, juga dilayani dengan kasih  sayang. 

Pembelajaran dengan kasih sayang akan menghasilkan karakter gemilang. Pasti! Oleh karena itu, pendekatan NAC sungguh menjadi kebutuhan. Pengelolaan urat syarat dengan mengasosiasikan kesedihan dan menggantikannya dengan kondisi yang bersifat menyenangkan akan menghasilkan semangat bekerja dan belajar. Semangat dalam pembelajaran akan berdampak positif pada proses dan hasil pembelajaran. 

Perubahan kurikulum sering gagal pelaksanaaanya karena pandangan moral dari guru tersebut. Perubahan pola pikir dan menerima perkembangan zaman harus dilakukan. Sehingga apapun kurikulum yang diterapkan guru siap melaksanakannya dan selalu mengembangkan kompetensinya sebagai guru profesional.

Samsudin, S.Ag merupakan guru aktif Di SMAN 2 Dumai