Ticker

6/recent/ticker-posts

DPH Majelis Tinggi Kerapatan 4 Suku Melayu Kenegerian Gugat 3 Perusahaan


 

ROHIL-  Ketua Dewan Pengurus Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu Nurdin Muhammad Tahir Bergelar Datuk Wira Siak di dampingi Sekretarisnya Zuhaifi ST Bergelar Encik Wira Siak menyebutkan pihaknya saat ini konsisten memperjuangkan hak tanah ulayat persukuan.


” Perlu kami jelaskan perjuangan tentang hak hukum adat terkhusus mengenai komunal hak-hak ulayat masyarakat hukum adat empat suku Kenegerian Kubu sedang kami perjuangkan baik menempuh Pengadilan Negeri dan hukum lainya, ” Sebut Nurdin MT kepada awak media.Kamis 26/8.


Adapun empat suku tersebut meliputi Suku Hamba Raja, Suku Rao, Suku Haru dan Suku Bebas. Keberadaan empat suku ini di akui eksistensinya hingga sampai saat sekarang," Sebut Nurdin MT.


” Tegas, sebenarnya sudah cukup lama di upayakan jalan penyelesaian, antara lain, Bahwa Bupati Rokan Hilir saat itu di jabat Wan Thamrin Hasyim.


” Pernah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor :188/HK/2004, Tanggal 14 Agustus 2004 yang mana pokok surat tersebut Membentuk Tim Penelitian Dan Pengkajian Keberadaan Tanah Ulayat Empat Suku di Kenegerian Kubu Rokan Hilir,” Kenangnya.


Nurdin MT menambahkan, dari hasil penelitian dan pengkajian itu, Lembaga Adat Provinsi Riau dan Kabupaten Rokan Hilir telah mengeluarkan hasil kajian sesuai dengan surat keputusan tersebut. Dengan kesimpulan, bahwa terdapat tanah ulayat milik ke empat suku yaitu, Suku Hamba Raja, Suku Rao, Suku Haru dan Suku Bebas," terang Nurdin 


” Sementara itu DPRD Rohil juga pernah mengeluarkan Surat Keputusan tentang PENETAPAN PENYELESAIAN TANAH ULAYAT ke empat suku tersebut dengan nomor 06/DPRD-RH/K/2009," tegasnya.


Maka dari itu kami meminta kepada Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir dalam hal ini Bupati Rokan Hilir dan DPRD Rohil dapat membantu menyelesaikan hak-hak komunal masyarakat hukum adat empat suku tersebut, ” Harap Ketua Nurdin MT tambahnya yang lebih meluas dan kongkrit sesuai yang tertuang Di dalam Kitab Babuul Qawaid dan Kitab Regeling Voor Koeboe dan Regeling Voor Bangko serta Regeling Voor Tanah Putih yang masing daerah tersebut memiliki hak-hak Hukum Adat dan agar berkekuatan hukum kami meminta di terbitkan Peraturan Daerah (PERDA) sesuai mekanisme yang berlaku di repuplik Indonesia," Tambah Nurdin.


Adapun beberapa hal yang menjadi dasar gugatan ini yakni, 1. Dewan Pengurus Harian Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu mengajukan gugatan terhadap penguasaan secara tanpa hak dan melawan hukum atas bidang tanah ulayat milik Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu seluas + 40.000 hektar yang terletak di Kepenghuluan Pasir Putih - Kepenghuluan Balai Jaya - Kepenghuluan Balam Jaya - Kepenghuluan Balam Sempurna - Kelurahan Balai Jaya Kota, Kec. Balai Jaya," papar Nurdin.


Dan Kepenghuluan Bangko Mas Raya, Kec. Bangko Pusako melawan PT. Salim Ivomas Pratama Tbk, PT. Cibaliung Tunggal Plantations, PT. Gunung Mas Raya yang telah dikuasai sejak tahun 1983 dengan membangun perkebunan kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit diatasnya, dan perkaranya telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Rokan Hilir pada tanggal 19 Agustus 2021 dengan register nomor: /Pdt.G/2021/PN.RHL," kata Nurdin.


2. Dasar atas hak ulayat Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu adalah berdasarkan Bab I Pasal (7) Babul Qawaid dan Pasal (2) Regeling voor Koeboe yang telah direkonstruksikan dalam sebuah peta oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tahun 2003 yang merujuk pada Adatrechtbundels XVIII : Gemengd yang diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan peta tersebut juga telah didaftarkan dan disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Rokan Hilir," imbuhnya.


 3. Pada tahun 2004 Bupati Rokan Hilir telah membentuk Tim Penelitian dan Pengkajian Keberadaan Tanah Ulayat Suku Melayu Hamba Raja di Kabupaten Rokan Hilir,dan dari hasil penelitian dan pengkajian itu telah mengeluarkan hasil kajian yang menyimpulkan bahwa terdapat tanah ulayat milik keempat suku yaitu Suku Hamba Raja, Suku Rao, Suku Haru, dan Suku Bebas, dimana diatas lahan ulayat tersebut telah ditanami kebun kelapa sawit oleh ketiga perusahaan tersebut," ujarnya.


4. Keberadaan tanah ulayat Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu juga telah diakui dan dibenarkan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 1673 K/PDT/2005 tanggal 12 September 2007," ucap Nurdin.


5. Diduga ketiga perusahaan tersebut menguasai bidang tanah ulayat milik Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu melebihi dari Hak Guna Usaha yang diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional RI dengan kelebihan HGU + 20.000 hektar," terangnya.


 6. Sejak tahun 1990 Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu telah berjuang menuntut pengembalian bidang tanah ulayat yang dikuasai oleh ketiga perusahaan tersebut atau setidak tidaknya mendapatkan kompensasi yang patut dengan mengajukan pengaduan kepada instansi pemerintahan dan lembaga negara serta telah mendapatkan respon dan kebijakan diantaranya dari DPR RI, DPD RI, BPN RI, dan Bupati Rokan Hilir," imbuhnya.


7. Pada tahun 2005 BPN RI telah mengusulkan agar sebagian HGU ketiga perusahaan tersebut yang kesemuanya terletak diatas hak ulayat masyarakat adat supaya dijadikan sebagiannya menjadi kebun plasma untuk anggota masyarakat adat sesuai dengan ketentuan pemerintah, bahwa setiap perusahaan yang membuka areal perkebunan diwajibkan untuk memplasmakan perkebunannya antara 25 - 45 % dari luas keseluruhan," ungkap Nurdin.


8. Pada tahun 2006 Sekretaris Jenderal atas nama Pimpinan DPR RI mengusulkan kepada BPN RI agar meminta kepada ketiga perusahaan tersebut untuk merealisasikan kebun plasma kepada anggota masyarakat adat paling lambat dalam tahun 2006," imbuhnya.


 9. Kesepakatan dalam Rapat Kerja DPD RI pada tahun 2018 yang dihadiri oleh DPD RI, Pemerintah Provinsi Riau, Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, Kanwil BPN Provinsi Riau, Kantor Pertanahan Kabupaten Rokan Hilir, PT. Salim Ivomas Pratama, dan perwakilan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu, telah disepakati, dalam jangka pendek, perusahaan melaksanakan program CSR yang diperluas dengan mengakomodir kegiatan masyarakat adat yang terdiri dari empat persukuan yakni Suku Hamba Raja, Suku Haru, Suku Bebas dan Suku Rao, dan dalam jangka panjang, perusahaan dan Kelompok Masyarakat Adat Empat Persukuan tersebut akan melakukan kerja sama dengan pola kemitraan sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berlaku," paparnya.


10. Akan tetapi ketiga perusahaan tersebut sama sekali tidak tampak iktikad baiknya untuk merealisasikan program CSR dan membangun perkebunan kelapa sawit plasma dengan pola kemitraan tersebut. 11. Guna meluruskan sengkarut informasi tentang HGU dan Izin Prinsip yang dimiliki oleh ketiga perusahaan tersebut, maka Menteri Agraria dan Tata Ruang yang juga Kelapa BPN RI dan Gubernur Riau turut digugat dalam perkara ini," terangnya.


12. Poin-poin tuntutan Penggugat yaitu, a. Menghukum ketiga peursahaan tersebut untuk meninggalkan bidang tanah seluas 40.000 hektar yang dikuasainya dengan tanpa syarat apapun, serta mengosongkan barang-barang pribadinya yang ada diatas bidang-bidang tanah tersebut, lalu menyerahkan bidang-bidang tanah obyek sengketa berikut segala sesuatu yang ada diatasnya termasuk pohon kelapa sawit yang ada diatasnya kepada Penggugat dalam keadaan baik dan utuh, bebas dari gangguan dan penguasaan pihak lain, serta tanpa beban apapun; b. Menghukum ketiga perusahaan tersebut untuk membayar dan menyerahkan uang ganti kerugian materil kepada Penggugat sebesar Rp. 1.520.000.000.000, Rupiah," tegasnya.


Dan ganti kerugian moril kepada penggugat sebesar Rp. 1.500.000.000.000, Rupiah, secara tunai dan sekaligus; c. Menghukum ketiga perusahaan tersebut untuk membayar uang paksa masing-masing sebesar Rp. 100.000.000, Rupiah, secara tunai dan sekaligus kepada penggugat setiap hari, apabila mereka lalai dalam melaksanakan putusan dalam perkara ini," tutup Nurdin.



Sumber: Rls.

Reporter: TO.