Ticker

6/recent/ticker-posts

Kejati Papua Menangkan Sidang Praperadilan Atas Gugatan Penasehat Hukum Terdakwa Johannes Rettob dan Silvi Herawaty

 


JAYA PURA- Bertempat di Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura, telah dilaksanakan sidang praperadilan atas gugatan yang diajukan oleh Penasihat Hukum Terdakwa JOHANNES RETTOB dan Terdakwa SILVI HERAWATY sebagai PEMOHON terhadap Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kejaksaan Agung RI Cq. Kejaksaan Tinggi Papua sebagai TERMOHON, dalam perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat terbang dan helicopter. Kamis 16/03/2023.


Adapun pertimbangan Hakim Tunggal Zaka Talptty, S.H., M.H. Nomor: 1/Pid.Pra/2023/PN.Jap bahwa setelah membaca dan meneliti dengan seksama surat permohonan Pemohon dan jawaban Termohon serta bukti-bukti surat yang diajukan ke persidangan baik oleh para Pemohon dan Termohon.


Di antaranya adalah: Berdasarkan bukti Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa Nomor: APB-180/R.1.16/Ft.1/03/2023 tanggal 01 Maret 2023 atas nama Terdakwa JOHANNES RETTOB, S.Sos., M.M. dan bukti Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa Nomor: APB-181/R.1.16/Ft.1/03/2023 tanggal 01 Maret 2023 atas nama Terdakwa SILVI HERAWATY.


Serta Penetapan Nomor 02/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jap dan 03/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jap tanggal 01 Maret 2023 tentang Penetapan Hari Sidang ternyata berkas perkara telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jayapura Kelas IA.


Dan telah dimulai persidangan pertama pada hari Kamis 09 Maret 2023, maka berdasarkan ketentuan Pasal 82 Ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, maka Hakim menyatakan permohonan praperadilan gugur. 


Atas pertimbangan tersebut, Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jayapura menyatakan dalam amar putusannya mengabulkan eksepsi termohon dan menggugurkan atau menolak seluruh materi gugatan praperadilan yang diajukan oleh PEMOHON terhadap TERMOHON. 


Hakim berpendapat bahwa penetapan status Tersangka terhadap Terdakwa JOHANNES RETTOB dan Terdakwa SILVI HERAWATY, dinyatakan sah menurut hukum. 


Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Papua telah memberikan jawaban atas eksepsi yang diajukan oleh Penasihat Hukum Terdakwa JOHANNES RETTOB dan Terdakwa SILVI HERAWATY.


Yaitu: Keberatan terhadap penetapan Tersangka Telah terpenuhi minimal 2 alat bukti yang cukup sesuai ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, sehingga Penyidik menetapkan JOHANNES RETTOB sebagai Tersangka.


Berdasarkan Surat Penetapan Tersangka (Pidsus-18) Nomor: Tap-07/R.1/Fd.1/01/2023 tanggal 25 Januari 2023 dan SILVI HERAWATY sebagai Tersangka, berdasarkan Surat Penetapan tersangka Nomor: Tap-06/R.1/Fd.1/01/2023 tanggal 25 Januari 2023. Dengan demikian, penetapan Tersangka telah sah menurut hukum. 


Adapun yang dipersoalkan Penasihat Hukum terkait Surat Perintah Penyidikan Khusus yang diterbitkan tertanggal 25 Januari 2023, tidak bisa berdiri sendiri melainkan tetap bersandar pada Surat Perintah Penyidikan Umum Nomor: Print-05/R.1/Fd.1/08/2022 tanggal 24 Agustus 2022, dengan menambah beberapa orang Penyidik sehingga tetap sah menurut hukum.


Terhadap keberatan PEMOHON yang menyatakan penetepan Tersangka tanpa didasarkan adanya hasil audit BPK RI sesuai SEMA Nomor 4 Tahun 2016.


Penetapan Tersangka dalam perkara ini telah didasarkan minimal 2 alat bukti yang sah termasuk adanya hasil audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Tarmizi Achmad Nomor:00176/2.0604/AP.7/09/0430/1/XI/2022 tanggal 11 November 2022.


Dan juga berdasarkan Laporan BPKP Perwakilan Provinsi Papua Nomor: PE.11.03/LHP-323/PW26/3.2/2022 tanggal 08 Agustus 2022, yang didalamnya terdapat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Provinsi Papua Nomor: 06/ML/XIX.JYP/05/2022 tanggal 23 Mei 2022.


Adanya SEMA Nomor 4 Tahun 2016 pada Rumusan Kamar Pidana poin 6 yang menyatakan instansi yang berwenang menghitung kerugian negara adalah BPK, tidak harus diikuti dan dapat dikesampingkan, karena berdasarkan fakta persidangan Hakim dapat menilai sendiri adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara. 


Hal ini membuka peluang bagi Hakim mengesampingkan rumusan SEMA tersebut, apalagi kedudukan SEMA berada di bawah ketentuan peraturan perudangan-undangan sebagaimana yang telah tersebut di atas, dan juga di bawah Putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat yang harus diikuti. (Rls)