Serdang Bedagai – KPU Serdang Bedagai resmi umumkan 55 Relawan
Demokrasi (Relasi) Pemilu 2019, Jumat (18/1/2019).
Penetapan nama-nama tersebut berdasarkan Pengumuman dari KPU Serdang
Bedagai Nomor: 027/ PP.08. 1 – Pu/ 1218/ KPU-Kab/I/2019.
Berdasarkan
pengumuman tersebut, Program Relawan Demokrasi yang digagas KPU melibatkan kelompok masyarakat yang berasal dari 11
(sebelas) basis pemilih strategis yaitu basis keluarga, basis pemilih pemula,
basis pemilih muda, basis pemilih perempuan, basis penyandang disabilitas,
basis pemilih berkebutuhan khusus, basis
kaum marginal, basis komunitas, basis keagamaan, basis warga internet dan basis
relawan demokrasi.
Berdasarkan Keterangan dari Komisioner KPU Serdang Bedagai bidang Parmas Ardiansah Hasibuan " Pelopor-pelopor
demokrasi yang dibentuk di setiap basis yang kemudian menjadi penyuluh pada
setiap komunitasnya. Segmentasi berdasarkan basis pemilih dilakukan dengan kesadaran
bahwa tidak semua lapisan masyarakat mampu dijangkau oleh program KPU. Selain
itu segmentasi tersebut adalah strategis baik dari sisi kuantitas maupun
pengaruhnya dalam dinamika sosial-politik berbangsa dan bernegara.
Program
Relawan Demokrasi diharapkan mampu menumbuhkan kembali kesadaran positif
terhadap pentingnya pemilu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada
akhirnya relawan demokrasi ini dapat menggerakkan masyarakat tempat mereka
berada, agar mau menggunakan hak pilihnya dengan bijaksana serta penuh tanggung
jawab, sehingga partisipasi pemilih dan kualitas Pemilu 2019 dapat lebih baik
dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya."
PENJELASAN 10 (SEPULUH) BASIS PEMILIH
1.
Basis Keluarga
Basis
keluarga sebagai salah satu orientasi gerakan sosialisasi dan pendidikan
pemilih karena keluarga merupakan unit sosial-ekonomi terkecil dalam masyarakat
yang merupakan landasan dasar dari semua institusi. Keluarga merupakan kelompok
primer yang terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi
interpersonal, hubungan darah, hubungan perkawinan, dan adopsi. Bahkan adapula
ahli yang menyebutkan keluarga adalah abstraksi dari sebuah ideologi yang
memiliki citra romantik, suatu proses, sebagai satuan perlakuan intervensi,
sebagai suatu jaringan dan tujuan atau peristirahatan akhir. Pada akhirnya
semua basis pemilih yang ada di tengah-tengah masyarakat akan kembali kepada
keluarganya masing-masing. Kebutuhan mereka baik secara fisik maupun psikologis
anggotanya dipenuhi melalui struktur keluarga, termasuk kebutuhan sosialisasi
dan pendidikan pemilih. Tidak ada seorang manusiapun di dunia ini yang dapat
melepaskan diri dari lingkungan keluarga. Ketika seseorang itu melepaskan diri
dari unit keluarganya, maka sesungguhnya orang tersebut telah melepaskan diri
dari struktur sosial masyarakat atau menjadi asosial. Contoh bentuk kegiatannya
adalah sosialisasi dan pendidikan pemilih ke ibu-ibu arisan, perkumpulan rutin
tingkat RT/RW, dan sebagainya.
2.
Basis Pemilih Pemula
Gerakan
sosialisasi dan pendidikan pemilih diorientasikan kepada pemilih pemula atau
first time voters. Sejumlah riset menunjukkan pemilih pemula yang menggunakan
hak pilihnya ketika pertama kali memasuki usia memilih, mempunyai kecenderungan
untuk memilih pada pemilu berikutnya. Sebaliknya mereka yang tidak menggunakan
hak pilih ketika pertama kali memasuki
usia memilih, kecenderungannya akan melakukan hal yang serupa pada pemilu
berikutnya.Pemilih pemula adalah mereka yang akan memasuki usia memilih dan akan
menggunakan hak pilihnya untuk pertama kali dalam pemilu. Dengan siklus pemilu
di Indonesia yang digelar setiap lima tahun sekali, maka kisaran usia pemilih
pemula adalah 17-21 tahun.
Pemilih
pemula umumnya masih duduk di sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat dan
mereka yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Di luar itu, anakanak
putus sekolah yang berusia 17-21 tahun juga merupakan basis pemilih pemula yang
membutuhkan sosialisasi dan pendidikan pemilih.Pemilih pemula yang berstatus
mahasiswa merupakan elemen penting dalam struktur dan dinamika politik dan
demokrasi. Mereka memiliki potensi besar sebagai penggerak perubahan karena
mempunyai horizon atau cakrawala yang luas di antara masyarakat. Mahasiswa
sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur
perekonomian dan prestise dalam masyarakat dengan sendirinya merupakan elit di
dalam kalangan angkatan muda. Contoh bentuk kegiatannya adalah sosialisasi dan
pendidikan pemilih ke sekolah-sekolah (SMA/SMK/MA/Sederajat) dan sebagainya.
3.
Basis Pemilih Muda
Basis
pemilih muda dijadikan sebagai basis gerakan sosialisasi dan pendidikan pemilih
karena jumlah mereka dalam struktur pemilih yang cukup signifikan. Mereka yang
disebut pemuda sesuai Undang Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan
adalah warga Negara yang berusia 16 tahun sampai 30 tahun. Dalam konteks
pemilu, mereka yang disebut basis pemilih muda adalah warga Negara yang telah
memiliki hak pilih dan usianya tidak melebihi 30 tahun. Dengan demikian,
kisaran usia pemilih muda adalah 22 tahun sampai 30 tahun. Pemilih muda baik
yang berstatus mahasiswa, pekerja maupun belum/tidak bekerja penting mendapat
sosialisasi dan pendidikan pemilih karena mereka akan mengisi struktur pemilih dalam
jangka waktu yang sangat lama. Edukasi secara terus menerus dibutuhkan agar
kepercayaan mereka terhadap pemilu sebagai instrumen demokrasi makin kuat dan
mendalam. Kebiasaan mereka memilih harus dipupuk dan disemai agar tidak tergerus
oleh apatisme maupun pragmatisme politik yang pada akhirnya akan merusak
kualitas demokrasi. Contoh bentuk kegiatannya adalah sosialisasi dan pendidikan
pemilih ke organisasi kepemudaan, mahasiswa kampus dan sebagainya.
4.
Basis Pemilih Perempuan
Basis
pemilih perempuan menjadi sasaran sosialisasi dan pendidikan pemilih karena
mereka tidak hanya akan memainkan peran strategis dalam mengasuh dan mendidik
anak ketika mereka menjadi ibu rumah tangga. Tetapi juga dapat memainkan peran
untuk memotivasi dan mengedukasi lingkungan, setidaknya pada komunitasnya.
Perempuan yang berstatus ibu memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk
pengetahuan, sikap dan tingkah laku anak. Pengaruh kehidupan keluarga yang
didominasi oleh peran ibu baik langsung maupun tidak langsung merupakan
struktur sosialisasi politik pertama yang dialami seseorang sangat kuat dan
kekal.
Pengalaman
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keluarga dapat meningkatkan perasaan
kompetensi politik si anak, memberinya kecakapan-kecakapan untuk melakukan
interaksi politik, serta membuatnya lebih mungkin berpartisipasi dengan aktif
dalam sistem politik sesudah menjadi dewasa. Keluarga juga membentuk sikap-sikap
politik masa depan dengan menempatkan individu dalam dunia kemasyarakatan yang
lebih luas.Selain perempuan sebagai sosok sentral dalam mendidik anak, alasan lain
menjadikan perempuan sebagai basis sosialisasi dan pendidikan pemilih adalah :
(1)
jumlah pemilih perempuan berimbang dengan jumlah pemilih laki-laki, namun
kapasitasnya masih terbatas dibanding laki-laki;
(2)
pemilih perempuan rentan dimobilisasi ketika pemilu maupun di luar pemilu;
(3)
tingkat pendidikan perempuan rata-rata lebih rendah dari laki-laki;
(4)
pemilih perempuan lebih banyak memainkan peran-peran domestik sehingga urusan
publik terabaikan, padahal banyak menyangkut kepentingan perempuan.
Contoh
bentuk kegiatannya adalah sosialisasi dan pendidikan pemilih ke
kelompok-kelompok perempuan, ibu-ibu/emak-emak kompleks, dan sebagainya.
Selain
empat basis tersebut, kami akan bahas 6 basis lainnya pada tulisan selanjutnya.
Penulis : Sarwo Edi Subowo